Guncangan Global: China Hentikan Boeing, Pasar Asia Babak Belur, Rupiah dan IHSG Ikut Terseret


   



 Di tengah memanasnya tensi perdagangan antara dua raksasa ekonomi dunia, China dan Amerika Serikat, sebuah langkah tak terduga dari Beijing kini mengguncang lanskap ekonomi global—dan efeknya merembet hingga ke lantai bursa di Jakarta.

Pada pertengahan pekan ini, dunia pasar modal dikejutkan oleh keputusan China yang secara tiba-tiba menghentikan pemesanan pesawat dari Boeing, salah satu produsen pesawat komersial terbesar asal AS. Keputusan itu dianggap sebagai bentuk balasan atas tekanan tarif yang masih diterapkan Washington terhadap produk asal Negeri Tirai Bambu.

Langkah Beijing ini tidak hanya menyentak pihak Boeing yang sangat mengandalkan pasar Asia, tetapi juga menciptakan efek domino yang mengguncang bursa saham kawasan Asia, termasuk Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat mencoba bangkit pada awal sesi perdagangan, justru merosot tak lama berselang. Rupiah pun ikut melemah terhadap dolar AS, memperlihatkan betapa pasar finansial Indonesia sangat rentan terhadap sentimen eksternal.

Sementara itu, bursa saham di negara-negara maju Asia juga ikut limbung. Nikkei Jepang jatuh lebih dari 1 persen, disusul KOSPI Korea Selatan yang anjlok 1,21 persen, dan ASX 200 Australia juga mencatatkan pelemahan meski tidak terlalu tajam. Ini menandakan bahwa pasar masih berada dalam fase "wait and see", terutama menjelang rilis data ekonomi AS yang dinantikan pelaku pasar malam harinya.

Meskipun di sisi lain China justru mencatatkan performa ekonomi yang cukup solid—dengan pertumbuhan 5,4 persen pada kuartal pertama 2025, dan kenaikan produksi industri serta ritel yang mencolok—hal tersebut belum cukup mampu menenangkan ketakutan para investor. Kombinasi antara aksi balasan China kepada Boeing dan kekhawatiran mengenai masa depan perdagangan global, membuat pasar cenderung bergerak dalam nuansa pesimisme.

Bagi Boeing, hilangnya pasar China adalah pukulan telak. Pasar Tiongkok selama ini dikenal sebagai pasar terbesar dunia untuk pesawat komersial, dan pemutusan kerja sama ini tentu menjadi tantangan eksistensial di tengah persaingan ketat dengan Airbus, rival mereka dari Eropa.

Di Indonesia sendiri, IHSG hanya mampu bergerak dalam rentang sempit pada sesi pagi, sebelum akhirnya tergelincir lebih dalam pada sesi perdagangan sore. Rupiah pun tidak sanggup mempertahankan penguatannya, dan ditutup melemah tipis. Pelaku pasar tampaknya masih menimbang risiko global dibandingkan kondisi fundamental domestik.

Download dengan Timer

Situasi ini menegaskan kembali bahwa dinamika global, terutama ketegangan antara dua negara adidaya, dapat memiliki efek signifikan hingga ke negara berkembang seperti Indonesia. Para investor lokal dan asing kini lebih berhati-hati dalam mengambil posisi, menunggu arah yang lebih pasti di tengah gejolak geopolitik dan ekonomi global yang semakin kompleks.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama