Dalam dinamika politik nasional yang terus bergerak, keberlangsungan partai-partai baru kerap menjadi sorotan. Salah satu yang belakangan menjadi perbincangan adalah Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Pengamat politik sekaligus Ketua Dewan Pembina Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI), Jeffrie Geovanie, menyampaikan pandangannya terkait masa depan PSI jika tidak lagi mendapatkan dukungan dari keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Menurut Jeffrie, eksistensi PSI saat ini sangat terkait erat dengan dukungan dari keluarga Jokowi, terutama sejak bergabungnya Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden, ke dalam partai tersebut dan menjabat sebagai Ketua Umum. "Tanpa sokongan dari keluarga Presiden, saya yakin PSI tidak akan memiliki kekuatan yang cukup untuk bertahan, apalagi untuk berkembang menjadi kekuatan politik besar," ujarnya dalam sebuah pernyataan.
Ia menilai, basis kekuatan PSI masih tergolong rapuh dan sangat tergantung pada popularitas dan pengaruh keluarga Jokowi. Dalam kancah politik yang kompetitif, partai-partai yang tidak memiliki akar ideologis yang kuat atau jaringan massa yang solid biasanya akan cepat tenggelam jika tidak memiliki figur sentral yang menopang mereka.
Jeffrie juga mengamati bahwa PSI sejauh ini belum mampu menunjukkan pencapaian elektoral yang signifikan dalam pemilu sebelumnya. Bahkan dengan Kaesang sebagai ketua umum, partai ini belum berhasil menembus ambang batas parlemen nasional, yang menjadi indikator utama kekuatan sebuah partai di kancah politik nasional.
"Realitasnya, suara PSI tidak pernah mencapai level yang memadai untuk menjadi partai parlemen secara nasional. Ini menunjukkan bahwa keberadaan partai ini masih sangat bergantung pada kekuatan eksternal, bukan pada kekuatan internal mereka sendiri," tambahnya.
Dalam konteks ini, Jeffrie mengingatkan pentingnya membangun kekuatan politik yang berbasis pada struktur yang kokoh dan ideologi yang jelas. Menurutnya, jika PSI tidak segera melakukan konsolidasi internal dan memperkuat fondasi politik mereka di luar pengaruh keluarga Presiden, maka kelangsungan partai tersebut bisa berada di ujung tanduk.
Pernyataan ini muncul di tengah banyaknya spekulasi tentang arah politik keluarga Jokowi pasca-berakhirnya masa jabatan Presiden pada 2024 lalu. Sejumlah pihak menilai bahwa keterlibatan Kaesang di PSI adalah bentuk dari upaya mempertahankan pengaruh politik keluarga Jokowi. Namun, Jeffrie menekankan bahwa pengaruh semacam ini tidak bisa dijadikan satu-satunya pilar kekuatan jangka panjang.
Dengan tantangan politik yang semakin kompleks, masa depan PSI kini tergantung pada kemampuannya untuk menegaskan identitas, memperluas basis massa, dan tidak hanya bersandar pada kekuatan simbolik semata. Jika tidak, nasib partai tersebut bisa saja meredup seiring dengan bergesernya peta kekuasaan nasional.