Bandung, 1 Mei 2025 – Di tengah berbagai upaya pembenahan sistem pendidikan nasional, sebuah langkah tak biasa tengah dipersiapkan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Ia menggulirkan gagasan tak lazim namun sarat makna: siswa bermasalah akan dibina di barak militer. Wacana ini memicu respons publik yang tajam—antara dukungan terhadap pendekatan tegas dan kekhawatiran akan potensi pelanggaran hak anak.
Dalam pernyataan resminya, Dedi menyebutkan bahwa program ini akan mulai diterapkan pada 2 Mei 2025. Sekitar 30 hingga 40 barak militer disiapkan untuk menerima pelajar yang dianggap sulit dikendalikan di lingkungan sekolah biasa. Namun, bukan berarti para siswa ini akan dilatih ala tentara. Dedi menekankan bahwa program ini bukan pelatihan militer, melainkan pendidikan karakter yang lebih disiplin dan terstruktur.
"Kami ingin membentuk karakter generasi muda melalui metode yang berbeda. Mereka tetap belajar seperti biasa, namun dalam lingkungan yang mengajarkan disiplin, tanggung jawab, dan spiritualitas," ujarnya. Siswa yang mengikuti program ini akan mengikuti jadwal harian yang ketat, mulai dari bangun dini hari, olahraga pagi, belajar, hingga kegiatan keagamaan seperti mengaji dan puasa sunnah bagi yang Muslim.
Uniknya, pengiriman siswa ke barak ini tak bisa dilakukan secara sepihak. Orang tua harus memberikan persetujuan tertulis dan mengantar langsung anak mereka. Ini dianggap sebagai bentuk keterlibatan keluarga dalam proses pembinaan.
Namun, tidak semua pihak sepakat dengan pendekatan ini. Sejumlah tokoh pendidikan dan anggota DPR mengkritisi program tersebut karena dinilai terlalu keras dan berpotensi menyalahi prinsip-prinsip pendidikan anak. Salah satunya adalah anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, yang menyatakan bahwa persoalan perilaku siswa tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan militeristik.
"Yang dibutuhkan adalah pendekatan holistik. Masalah siswa tak bisa dilihat hanya dari perilaku, tapi juga latar belakang keluarga, lingkungan, hingga kondisi psikologisnya. Pendidikan karakter butuh pendekatan manusiawi, bukan sekadar kedisiplinan ala militer," ujar Bonnie.
Di sisi lain, beberapa pihak menyambut baik ide tersebut. Fraksi PKS bahkan meminta agar model serupa diterapkan di DKI Jakarta. Menurut mereka, pendekatan keras bisa menjadi solusi untuk menanggulangi pelajar yang kerap membuat onar dan gagal dibina lewat pendekatan biasa.
"Anak-anak itu punya energi besar. Jika tidak disalurkan dengan benar, akan meledak ke arah yang salah. Pelatihan disiplin di barak bisa jadi solusi untuk menata ulang semangat mereka," ujar salah satu anggota dewan dari Fraksi PKS.
Terlepas dari pro dan kontra yang muncul, wacana Dedi Mulyadi ini membuka kembali diskusi penting soal masa depan pendidikan karakter di Indonesia. Apakah pembinaan di barak TNI adalah solusi berani yang patut dicoba, atau justru bentuk kemunduran dalam pendekatan pendidikan yang humanis? Jawabannya masih perlu waktu dan pengamatan di lapangan.
Yang pasti, masyarakat kini menantikan apakah langkah ini hanya akan menjadi wacana sensasional atau benar-benar diterapkan dan membuahkan hasil nyata. Kita semua tentu menginginkan generasi muda yang tangguh, beretika, dan berjiwa besar—pertanyaannya, dengan cara seperti apa?
9149390182
BalasHapus