Gelombang PHK Besar-Besaran: Sritex Lepas 10.969 Karyawan, Bagaimana Nasib Mereka?

 

   



Industri tekstil nasional kembali menghadapi pukulan berat. Salah satu perusahaan terbesar di sektor ini, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau yang lebih dikenal sebagai Sritex, secara resmi memberhentikan 10.969 pekerjanya. Langkah ini diambil setelah perusahaan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada Oktober 2024. Keputusan ini memicu dampak besar, tidak hanya bagi para pekerja yang kehilangan mata pencaharian, tetapi juga bagi industri tekstil secara keseluruhan.

Kisah Kebangkrutan Sritex: Dari Raksasa Tekstil ke Status Pailit

Sritex selama ini dikenal sebagai salah satu pilar utama industri tekstil Indonesia. Perusahaan yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah, ini telah bertahun-tahun memasok produk tekstil baik untuk pasar dalam negeri maupun ekspor. Namun, badai finansial yang dihadapi Sritex akhirnya membuatnya tersungkur.

Pada Oktober 2024, Pengadilan Niaga Semarang memutuskan bahwa Sritex resmi berstatus pailit. Penyebab utama kebangkrutan ini adalah tekanan utang yang sangat besar dan kondisi ekonomi yang semakin sulit. Tak hanya Sritex, tiga anak perusahaannya—PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya—juga ikut terkena dampaknya.

Sebelum vonis pailit, Sritex telah mengalami gejolak finansial selama beberapa tahun. Pandemi COVID-19 yang menghantam industri manufaktur, diikuti oleh kenaikan harga bahan baku, serta perubahan tren global dalam industri tekstil, menjadi faktor utama yang memperburuk kondisi perusahaan. Meskipun berbagai upaya restrukturisasi utang telah dilakukan, Sritex tetap tidak mampu bertahan.

PHK Massal: Realita Pahit bagi 10.969 Karyawan

Kebangkrutan ini membawa konsekuensi besar bagi tenaga kerja. Pada Februari 2025, sebanyak 10.969 karyawan resmi diberhentikan. Keputusan ini menjadi pukulan telak bagi para pekerja yang sebagian besar telah bekerja bertahun-tahun di perusahaan tersebut. Banyak dari mereka yang mengandalkan penghasilan dari Sritex untuk menghidupi keluarga, sehingga PHK ini membawa dampak sosial yang besar.

Seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kekecewaannya, “Kami sudah bekerja puluhan tahun di sini. Kami tidak pernah menyangka perusahaan sebesar Sritex akan sampai ke tahap ini. Kami hanya berharap ada solusi bagi kami yang kehilangan pekerjaan.”

Banyak pekerja kini tengah mencari pekerjaan baru, sementara yang lain memilih untuk berwirausaha dengan modal pesangon yang mereka terima. Namun, tak sedikit pula yang masih kebingungan, mengingat lapangan pekerjaan di sektor tekstil semakin sempit.

Pemerintah Janjikan Solusi, Seberapa Realistis?

Menanggapi gelombang PHK ini, pemerintah melalui Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk memberikan bantuan kepada para pekerja yang terdampak. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah penyediaan informasi dan akses ke lowongan pekerjaan alternatif di sektor lain.

“Kami memahami bahwa kondisi ini sangat sulit bagi para pekerja yang terkena PHK. Oleh karena itu, pemerintah akan menyediakan program pelatihan dan fasilitasi penempatan kerja agar mereka bisa mendapatkan pekerjaan baru,” ujar Menaker dalam sebuah konferensi pers.

Sementara itu, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer menegaskan bahwa pemerintah akan memastikan para pekerja mendapatkan hak-hak mereka, termasuk pesangon, Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), serta dana Jaminan Hari Tua (JHT). Pemerintah juga akan bekerja sama dengan berbagai perusahaan untuk membantu para pekerja mendapatkan pekerjaan baru.

Namun, janji pemerintah ini masih menjadi tanda tanya besar bagi para buruh yang kehilangan pekerjaan. Beberapa dari mereka skeptis dan mempertanyakan apakah program-program tersebut benar-benar bisa memberikan solusi konkret. Sejumlah pihak menilai bahwa tanpa strategi yang matang dan eksekusi yang jelas, banyak pekerja yang tetap akan kesulitan mendapatkan pekerjaan baru.

Dampak Lebih Luas bagi Industri Tekstil Indonesia

Krisis yang dialami Sritex bukan hanya berdampak pada pekerjanya, tetapi juga pada industri tekstil nasional. Sebagai salah satu pemain terbesar, kebangkrutan Sritex menunjukkan bahwa industri ini tengah menghadapi tantangan besar.

Beberapa faktor yang memperburuk situasi industri tekstil antara lain:

  1. Persaingan global yang semakin ketat – Produk tekstil dari negara seperti China, Bangladesh, dan Vietnam semakin mendominasi pasar internasional dengan harga yang lebih kompetitif.

  2. Kenaikan harga bahan baku – Fluktuasi harga kapas dan bahan baku lainnya membuat perusahaan tekstil lokal semakin kesulitan.

  3. Silahkan tunggu dalam 30 detik.

    Download Timer
    Penurunan daya beli masyarakat – Inflasi dan kondisi ekonomi global yang tidak stabil menyebabkan permintaan terhadap produk tekstil menurun.

Dengan kondisi seperti ini, banyak pihak yang mempertanyakan masa depan industri tekstil di Indonesia. Beberapa analis ekonomi menilai bahwa pemerintah harus lebih serius dalam memberikan perlindungan kepada industri tekstil lokal agar tetap bisa bersaing di pasar global.

Apa Harapan ke Depan?

Kisah Sritex menjadi pengingat betapa pentingnya manajemen keuangan yang sehat dan kesiapan menghadapi tantangan ekonomi. Bagi para pekerja yang terdampak, mereka kini harus mencari cara untuk bertahan dan menemukan sumber penghasilan baru.

Pemerintah dituntut untuk benar-benar merealisasikan janji mereka dalam memberikan solusi bagi para korban PHK. Program pelatihan, fasilitasi pekerjaan, serta perlindungan sosial harus benar-benar diterapkan agar para pekerja bisa kembali bangkit.

Di sisi lain, industri tekstil nasional harus berbenah. Strategi inovatif, investasi dalam teknologi, dan dukungan pemerintah yang lebih konkret dapat menjadi kunci bagi kebangkitan sektor ini. Jika tidak, kebangkrutan Sritex bisa menjadi awal dari gelombang krisis yang lebih besar bagi industri tekstil Indonesia.

Dengan segala tantangan dan peluang yang ada, masa depan masih terbuka. Harapannya, tragedi PHK massal ini bisa menjadi momentum bagi pemerintah dan pelaku industri untuk berbenah, agar sektor tekstil Indonesia bisa kembali berjaya dan memberikan kesejahteraan bagi jutaan pekerja yang bergantung padanya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama