Amerika Serikat kembali bersiap menghadapi gejolak besar dalam dunia perdagangan internasional. Donald Trump, mantan Presiden AS yang juga calon kuat dari Partai Republik untuk Pilpres 2024, mengumumkan bahwa tarif impor baru akan diberlakukan mulai Agustus mendatang. Kebijakan ini menjadi sinyal kuat bahwa AS akan kembali ke strategi proteksionis jika Trump kembali menduduki kursi presiden.
Dalam pernyataannya, Trump mengungkapkan rencana kenaikan tarif bea masuk hingga 60-70 persen terhadap produk-produk asal Tiongkok. Langkah ini diambil dengan dalih untuk melindungi industri dalam negeri dari dominasi produk-produk impor yang dianggap membahayakan perekonomian Amerika. Namun, kebijakan ini menuai pro dan kontra di berbagai kalangan, terutama dari pelaku pasar dan komunitas internasional.
"Negara kita sedang diserbu produk-produk asing dengan harga murah, dan kita harus mengambil tindakan tegas. Saya tidak akan membiarkan hal ini terus terjadi," ujar Trump dalam pidato kampanyenya di Ohio.
Tak hanya itu, Trump juga menegaskan bahwa tarif impor tidak akan terbatas pada produk asal Tiongkok. Ia bahkan berencana menerapkan tarif universal minimal 10 persen untuk semua barang yang masuk ke Amerika Serikat, tanpa terkecuali. Strategi ini disebut sebagai bagian dari langkah besar untuk mengembalikan dominasi ekonomi AS di panggung global.
Sementara itu, Partai Demokrat dan sejumlah analis ekonomi memperingatkan bahwa langkah tersebut bisa memicu perang dagang jilid dua, yang sebelumnya pernah terjadi pada masa kepresidenan Trump. Dampaknya, menurut para pakar, bukan hanya memperlambat laju pertumbuhan ekonomi global, tapi juga bisa membebani konsumen domestik akibat kenaikan harga barang.
Lembaga think tank Institute of International Economics menyatakan bahwa tarif tinggi dapat menciptakan tekanan besar pada rantai pasokan global, sekaligus mengurangi daya beli masyarakat Amerika sendiri. Meski begitu, para pendukung Trump tetap bersikukuh bahwa kebijakan ini diperlukan demi mengurangi ketergantungan terhadap impor dan mendorong pertumbuhan sektor manufaktur dalam negeri.
Tak dapat dimungkiri, wacana kenaikan tarif ini membuat pasar global waspada. Negara-negara mitra dagang AS kini tengah menghitung ulang strategi ekspor mereka, sembari memantau arah kebijakan ekonomi AS ke depan, terutama jika Trump benar-benar kembali memenangkan Pilpres mendatang.
Dengan rencana penerapan tarif yang dijadwalkan pada Agustus, sejumlah pelaku usaha kini mulai mempersiapkan langkah antisipatif. Dari penyesuaian harga, pengalihan jalur distribusi, hingga relokasi pabrik, semua opsi kini terbuka untuk menghindari dampak besar dari kebijakan ini.