Solo, Jawa Tengah – Pada Selasa, 18 April 2023, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Solo menjatuhkan vonis enam tahun penjara kepada dua terdakwa, yakni Bambang Tri Mulyono dan Sugi Nur Rahardja (akrab disapa Gus Nur). Keduanya dinyatakan terbukti menyebarkan informasi palsu terkait keaslian ijazah Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, yang berujung pada kerusuhan dan kebingungan di masyarakat.
Asal Usul Kasus Bermula saat Bambang Tri, yang mengklaim telah melakukan penelitian independen untuk buku berjudul Jokowi Undercover 2, membeberkan dugaan pemalsuan ijazah SD hingga SMA milik Presiden Jokowi. Ia menyebut bahwa ijazah asli tersebut ternyata milik orang lain dan bahwa sejumlah rekan seangkatan Presiden di SMAN 6 Solo tidak mengenal sosok Jokowi sebagaimana seharusnya.
Gus Nur, pemilik kanal YouTube "Gus Nur 13 Official", terpikat oleh klaim Bambang Tri setelah melihat potongan video singkat di media sosial. Ia kemudian mengundang Bambang Tri untuk berdiskusi mendalam di kediamannya pada 26 September 2022. Demi menambah nuansa religius dan keabsahan, Gus Nur juga meminta Bambang Tri untuk membacakan sumpah mubahalah—sumpah Al-Qur’an—yang kemudian diedit dan ditempatkan di awal video, seolah ia telah bersumpah atas kebenaran pernyataannya.
Detail Unggahan Konten Dua video panjang diunggah di kanal Gus Nur: potongan pertama berdurasi sekitar 45 menit yang diunggah pada 26 September 2022, kemudian dilanjutkan dengan sesi kedua berdurasi 27 menit keesokan harinya. Dalam konten itu, Bambang Tri menegaskan, antara lain, bahwa Jokowi masuk SMA pada 1978 dan lulus pada 1981, serta menuduh adanya manipulasi dokumen ijazah.
Dampak Sosial dan Hukum Sekilas, klaim tersebut memicu kegaduhan di kalangan alumni SMAN 6 Solo dan pihak sekolah. Berbagai rekan seangkatan Presiden merasa resah, beberapa guru sekolah juga mempertanyakan kebenaran isu itu, hingga akhirnya laporan resmi dilayangkan ke pihak kepolisian.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Apriyanto memaparkan dalam sidang bahwa video tersebut tidak hanya menebar kabar bohong, tetapi juga berpotensi menodai nama baik Presiden dan merusak ketenteraman umum. Terdapat dakwaan melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), penyiaran berita bohong, dan penistaan agama.
Proses Persidangan Sejak laporan masuk ke kepolisian, proses hukum berjalan selama kurang lebih empat bulan. Berbagai saksi dihadirkan, termasuk guru, saksi ahli untuk menilai keaslian ijazah, serta pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh konten tersebut. Dalam persidangan pembacaan putusan, majelis hakim yang diketuai Bambang Ariyanto menegaskan bahwa unsur keonaran telah terbukti secara sah dan meyakinkan.
Pertimbangan Vonis Majelis hakim menilai tindakan terdakwa telah menimbulkan kegaduhan di masyarakat, memicu pertanyaan dan keresahan terhadap lembaga pendidikan, serta merendahkan citra institusi negara. Oleh karena itu, hukuman enam tahun penjara dijatuhkan sejalan dengan tuntutan awal JPU, mengacu pada Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Umum Hukum Pidana jo. Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Reaksi Para Pihak Usai vonis dibacakan, Gus Nur mengaku akan mempelajari putusan tersebut untuk kemungkinan banding. Sementara itu, kuasa hukum Bambang Tri menganggap vonis itu terlalu berat, sebab kliennya hanya "mengungkap data lapangan" dan tidak berniat memprovokasi massa.
Analisis & Implikasi
Kelindan antara kebebasan berekspresi dan batas hukum ITE menjadi sapu jagat perdebatan. Para pengamat menilai, perlu ada peningkatan literasi digital agar masyarakat tidak mudah terpengaruh hoaks yang dikemas dengan strategi persuasion.
Kesimpulan Vonis enam tahun penjara bagi Bambang Tri dan Gus Nur menegaskan bahwa aparat penegak hukum serius menangani penyebaran hoaks berkedok penelitian. Bagi konten kreator, kasus ini menjadi peringatan agar selalu memverifikasi sumber dan data sebelum mengunggah materi yang memiliki implikasi luas bagi nama baik individu maupun institusi negara.