Jakarta — Masyarakat Indonesia mulai bertanya-tanya, mengapa musim kemarau pada tahun 2025 ini tak kunjung tiba seperti biasanya? Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) akhirnya angkat bicara untuk menjawab kegelisahan publik mengenai fenomena ini. Dalam penjelasannya, BMKG menyebut ada sejumlah faktor iklim global yang menjadi penyebab utama kemarau tahun ini terlambat datang.
Menurut Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, hingga akhir Juni 2025 sebagian besar wilayah Indonesia masih diguyur hujan. Kondisi ini dipengaruhi oleh sisa aktivitas La Nina lemah yang masih bertahan, serta fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) yang berada pada fase netral. Guswanto menjelaskan bahwa kedua faktor ini berkontribusi menjaga kelembapan udara sehingga hujan masih terjadi di berbagai daerah, termasuk di wilayah-wilayah yang biasanya sudah mulai kering pada periode ini.
BMKG juga menyoroti pengaruh sirkulasi angin monsun Australia yang hingga saat ini belum cukup kuat untuk mendominasi wilayah Indonesia. Biasanya, monsun Australia membawa massa udara kering dari Benua Australia yang menjadi salah satu pemicu utama musim kemarau di Tanah Air. Namun pada tahun ini, dominasi angin monsun tersebut tertunda, sehingga hujan masih turun dengan intensitas bervariasi di sejumlah daerah.
“Prediksi kami, puncak musim kemarau 2025 akan bergeser ke Agustus atau bahkan awal September, terutama untuk wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan sebagian Sulawesi,” jelas Guswanto. Artinya, masa kemarau akan lebih singkat dibandingkan tahun-tahun normal.
Selain faktor-faktor alam tersebut, BMKG mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi dampak keterlambatan musim kemarau ini. Petani misalnya, diimbau untuk menyesuaikan pola tanam agar tidak mengalami kerugian akibat curah hujan yang masih cukup tinggi di sebagian wilayah. Masyarakat juga diminta tetap waspada terhadap kemungkinan bencana hidrometeorologi seperti banjir lokal dan tanah longsor di daerah-daerah rawan.
Secara umum, BMKG menegaskan bahwa keterlambatan musim kemarau 2025 ini merupakan bagian dari dinamika iklim global yang terus berubah. Perubahan ini menurut BMKG juga menjadi pengingat agar upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim semakin diperkuat, baik oleh pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat luas.
Dengan kondisi cuaca yang tidak menentu ini, BMKG berkomitmen untuk terus memantau perkembangan iklim dan memberikan informasi terkini yang akurat kepada masyarakat. Guswanto menambahkan, pihaknya secara rutin memperbarui prakiraan cuaca dan musim agar masyarakat bisa lebih siap menghadapi setiap perubahan yang terjadi.