Disiksa Demi Target: Kisah Kelam Wanita Jogja yang Dipaksa Jadi Scammer di Kamboja



Seorang perempuan asal Yogyakarta mengalami mimpi buruk yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Alih-alih mendapatkan pekerjaan yang menjanjikan, ia justru terjebak dalam sindikat penipuan online di Kamboja. Di bawah tekanan brutal dan ancaman fisik, ia dipaksa menjadi scammer, bahkan mengalami penyiksaan apabila gagal mencapai target harian.

Kisah tragis ini mencuat setelah korban melaporkan kejadian tersebut ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Wanita berinisial A ini menceritakan bahwa dirinya direkrut melalui tawaran kerja di media sosial. Janji pekerjaan bergaji tinggi dengan fasilitas lengkap menjadi umpan empuk yang membuatnya tergiur.

Namun setibanya di Kamboja, kenyataan pahit menanti. A tidak menemukan kantor seperti yang dijanjikan, melainkan gedung tertutup dengan penjagaan ketat. Di sanalah ia dan sejumlah WNI lainnya dikurung dan dipaksa melakukan penipuan online yang menyasar warga asing. Mereka diwajibkan mencapai target finansial tertentu setiap hari, dan jika gagal, konsekuensinya sangat kejam.

"Kalau tidak capai target, kami disiksa. Saya pernah disetrum dan dipukuli," ujar A dalam keterangannya kepada LPSK. Ia juga mengungkapkan bahwa makanan dibatasi, komunikasi dengan dunia luar dilarang, dan pengawasan dilakukan hampir 24 jam penuh.

Menurut LPSK, kasus ini adalah satu dari banyak contoh perdagangan manusia yang disamarkan dengan modus rekrutmen kerja di luar negeri. Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo, menyatakan bahwa praktik seperti ini sudah menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia, mengingat semakin banyak WNI yang menjadi korban sindikat scam internasional.

Next dengan Timer

"Mereka dijanjikan kerja di perusahaan teknologi, tetapi ternyata dipaksa menjadi operator penipuan. Korban mengalami kekerasan fisik dan psikologis," kata Hasto.

LPSK kini memberikan perlindungan kepada korban serta mendorong aparat penegak hukum untuk menindak tegas pihak-pihak yang terlibat. Pemerintah juga diminta memperketat pengawasan terhadap lowongan kerja luar negeri yang mencurigakan, khususnya yang tersebar melalui media sosial atau agen tidak resmi.

Sementara itu, A kini masih dalam proses pemulihan psikologis dan trauma yang mendalam. Ia berharap kisahnya menjadi peringatan bagi masyarakat, terutama perempuan muda yang menjadi target utama perekrutan sindikat ini.

"Saya ingin semua tahu, jangan gampang percaya dengan tawaran kerja dari luar negeri yang terlalu indah untuk jadi kenyataan. Cek dulu legalitasnya, jangan sampai bernasib seperti saya," pesannya penuh haru.

Kisah A bukan hanya sekadar cerita pribadi, melainkan cerminan dari fenomena yang mengancam generasi muda Indonesia. Penegakan hukum yang tegas, edukasi publik, dan kerja sama internasional menjadi kunci untuk memutus mata rantai kejahatan ini. Jangan sampai lebih banyak lagi anak bangsa yang jadi korban janji manis kerja di negeri orang, yang justru berubah menjadi neraka.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama