Dalam sebuah pernyataan yang menohok dan penuh semangat, tokoh politik sekaligus mantan Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi, kembali menarik perhatian publik. Kali ini, ia menanggapi polemik terkait rencana penerapan pendidikan ala militer bagi siswa yang memiliki catatan kenakalan atau perilaku menyimpang di sekolah. Komentar Dedi menjadi sorotan karena menyentil langsung kelompok elite yang menolak program tersebut, namun tidak memberikan solusi nyata.
Menurut Dedi, wacana pendidikan berbasis kedisiplinan ala militer seharusnya tidak langsung ditolak mentah-mentah. Ia menilai bahwa pendidikan seperti itu bisa menjadi jalan keluar atas berbagai persoalan kenakalan remaja yang kian meresahkan masyarakat. Dalam pandangannya, sistem pendidikan nasional saat ini cenderung terlalu lembek dalam membentuk karakter dan kedisiplinan siswa.
"Kalau ada siswa nakal, kita harus punya cara mendidik yang benar. Jangan malah cuma komentar dari balik meja tanpa solusi. Ayo kita turun langsung, rasakan bagaimana guru-guru di sekolah menghadapi anak-anak dengan perilaku menyimpang," ujar Dedi dengan nada serius.
Dedi menambahkan bahwa pengalaman empirisnya saat menjabat sebagai kepala daerah menunjukkan bahwa pendekatan disiplin yang tegas, meski tidak keras, terbukti efektif dalam membentuk karakter pelajar. Ia mengaku pernah menerapkan program serupa di Purwakarta dengan hasil yang positif.
"Waktu saya di Purwakarta, kami bentuk karakter siswa dengan pendidikan semi-militer. Bukan untuk menakut-nakuti, tapi agar mereka punya disiplin, tanggung jawab, dan rasa hormat pada orang lain. Hasilnya? Banyak siswa yang berubah, dari yang dulunya sering melanggar, jadi lebih tertib dan punya cita-cita," tegasnya.
Pernyataan Dedi ini menjadi peringatan keras bagi pihak-pihak yang menolak inovasi dalam pendidikan namun tidak menawarkan alternatif yang solutif. Ia menyayangkan sikap segelintir elit yang menurutnya hanya bisa mengomentari tanpa memahami akar persoalan di lapangan.
"Kadang saya heran, yang nolak keras itu justru orang-orang yang nggak pernah masuk ke sekolah-sekolah pinggiran. Mereka nggak tahu betapa beratnya perjuangan guru menghadapi anak-anak yang hidupnya sudah keras dari kecil. Jadi, daripada cuma komentar, lebih baik datang langsung dan bantu dengan solusi," ucapnya dengan nada kecewa.
Lebih lanjut, Dedi menekankan bahwa pendidikan bukan hanya soal akademik semata, tapi juga tentang pembentukan karakter. Ia berharap ke depan, pendekatan terhadap siswa bermasalah tidak lagi sekadar hukuman atau pengucilan, melainkan melalui pembinaan yang terstruktur, termasuk dengan pendekatan disiplin ala militer jika diperlukan.
"Kita ini kadang terlalu sibuk mengurus nilai rapor, lupa bahwa yang lebih penting adalah nilai hidup mereka. Apa gunanya anak pintar kalau nggak punya etika dan disiplin?" tuturnya.
Dengan sikap tegas namun terbuka, Dedi kembali menegaskan bahwa perubahan dalam sistem pendidikan harus berani dan menyentuh akar permasalahan. Ia mengajak semua pihak untuk tidak hanya mengkritik, tapi juga berkontribusi nyata dalam membentuk generasi muda yang tangguh dan berkarakter.
"Mari kita jadi bagian dari solusi, bukan hanya bagian dari keramaian komentar. Kalau kita ingin bangsa ini kuat, kita harus mulai dari pendidikan yang kuat," pungkasnya.