Tidak banyak kisah hidup yang dimulai dari jalanan dan berakhir dengan membangun warisan nasional. Namun itulah yang terjadi pada Hadi Manansang dan keluarganya—sebuah perjalanan panjang dari sekadar bertahan hidup di jalanan, hingga mendirikan salah satu pusat konservasi satwa terbesar di Indonesia, Taman Safari.
Awal yang Sederhana di Pinggir Jalan
Pada tahun 1950-an, Jakarta masih ramai dengan hiruk pikuk pasca-kemerdekaan. Di sudut-sudut kota, seorang pria bersama tiga anaknya tampil melakukan atraksi demi mengisi perut. Mereka bukan sekadar mengamen biasa—mereka menampilkan akrobat, gerakan lentur gadis plastik, dan menjajakan obat-obatan tradisional. Nama pria itu adalah Hadi Manansang, dan dari sanalah semuanya dimulai.
Tak punya panggung mewah, tak ada mikrofon atau tata cahaya—yang mereka punya hanyalah semangat hidup dan keberanian menunjukkan bakat. Di situlah benih pertama dari sesuatu yang besar mulai tumbuh.
Dari Sirkus Keluarga ke Pertunjukan Nasional
Melihat antusiasme masyarakat terhadap pertunjukan jalanannya, Hadi mulai membentuk grup pertunjukan yang lebih rapi. Mulai dari nama "Bintang Akrobat dan Gadis Plastik", grup itu terus berkembang hingga akhirnya dikenal luas dengan nama Oriental Circus Indonesia (OCI) pada awal tahun 1970-an.
OCI bukan sirkus biasa. Yang membuatnya unik adalah pendekatan keluarga. Semua dikerjakan sendiri oleh keluarga Manansang—mulai dari pelatihan, kostum, hingga pemeliharaan hewan-hewan yang digunakan dalam pertunjukan. Mereka membangun sebuah dunia kecil yang penuh keajaiban, tapi juga penuh tantangan.
Perjalanan yang Berubah Arah karena Seekor Harimau
Titik balik datang dari sebuah insiden yang mengubah cara pandang mereka terhadap hewan. Salah satu anak Hadi mengalami kecelakaan saat tampil bersama harimau. Cedera yang cukup serius membuat mereka harus pergi ke Australia untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik.
Namun siapa sangka, justru dari kunjungan ke luar negeri inilah mereka menemukan inspirasi baru. Di Australia, mereka melihat bagaimana hewan-hewan hidup bebas dalam kawasan safari yang aman dan terawat. Tidak seperti di kebun binatang biasa, di taman safari hewan tidak dikurung, tapi diberi ruang untuk tetap menjalani hidup alaminya. Dari sanalah, ide besar mulai tumbuh.
Lahirnya Taman Safari Indonesia
Setibanya di tanah air, keluarga Manansang memutuskan untuk mewujudkan impian yang lebih besar. Mereka ingin menciptakan tempat di mana hewan tidak hanya dijadikan tontonan, tapi juga dilestarikan. Tempat yang tidak hanya memberi hiburan, tapi juga pendidikan.
Maka berdirilah Taman Safari Indonesia, di kawasan Cisarua, Bogor. Kawasan perbukitan yang hijau itu dipilih karena cocok untuk berbagai jenis satwa. Seiring waktu, taman ini berkembang pesat menjadi destinasi wisata alam dan konservasi yang terkenal hingga ke mancanegara.
Lebih dari Sekadar Taman Hiburan
Taman Safari bukan cuma tempat untuk melihat hewan dari mobil. Di balik itu, ada kerja keras luar biasa dalam hal pelestarian, penelitian, dan edukasi masyarakat. Mereka aktif dalam program penangkaran satwa langka seperti harimau Sumatera, badak, dan burung jalak Bali.
Selain itu, Taman Safari juga menjadi tempat belajar yang menyenangkan bagi anak-anak dan keluarga. Mereka mengedepankan pengalaman yang menghibur namun juga mendidik—mengajarkan bahwa menjaga hewan dan lingkungan adalah bagian dari tanggung jawab bersama.
Warisan yang Diteruskan Generasi
Kini, lebih dari setengah abad sejak Hadi Manansang pertama kali mengamen di jalan, warisan itu telah berkembang jauh melampaui mimpinya. Selain di Bogor, kini ada Taman Safari II di Prigen, Jawa Timur, serta Bali Safari & Marine Park. Semuanya menjunjung semangat yang sama: konservasi, edukasi, dan rekreasi.
Kisah Hadi bukan hanya tentang sukses, tapi tentang bagaimana seseorang dengan keterbatasan bisa menciptakan perubahan besar dengan tekad dan mimpi yang kuat. Dari jalanan berdebu hingga menjadi pionir konservasi satwa di Indonesia—ini adalah cerita nyata bahwa segalanya mungkin, asal tidak pernah menyerah.