Mengintip Kiamat di Ambon: Gelombang 100 Meter yang Mengubah Waktu dan Sejarah


 Pada malam yang sunyi di tanggal 17 Februari 1674, langit Ambon mendadak disibak oleh deru gemuruh yang menandai awal bencana paling dahsyat dalam catatan pulau rempah tersebut. Tanpa peringatan, getaran hebat mengguncang tanah, mengoyak kedamaian komunitas yang tengah merayakan Tahun Baru Imlek. Namun, kejutannya belum usai: tak lama setelah gempa, air laut melonjak setinggi bukit di pesisir utara Ambon, menyapu segala yang dilaluinya dengan kekuatan seperti kiamat.

1. Suara Lonceng Victoria yang Bergema Tanpa Pemain

Menurut catatan Georg Eberhard Rumphius, seorang naturalis berkebangsaan Jerman dan saksi mata utama, lonceng Kastil Victoria di Leitimor berdering sendiri, seolah memperingatkan datangnya malapetaka. Dentang demi dentang menggema di udara malam, membuat masyarakat panik dan tergopoh-gopoh keluar mencari tempat aman.

“Lonceng berdentang tanpa henti, seakan meratap untuk nasib kami. Tak seorang pun memahaminya, hingga kami sadar bahwa alam hendak membuktikan kekuasaannya.”

2. Hancurnya Bangunan Batu dan Reruntuhan yang Mematikan

Kekuatan gempa dilaporkan merobohkan lebih dari tujuh puluh bangunan batu, menewaskan ratusan jiwa dalam sekejap. Banyak penduduk—baik pendatang Tionghoa, Eropa, maupun pribumi—terjepit oleh puing-puing yang ambruk. Air pun menggelegak dari celah tanah, menyembur tinggi hingga lebih dari enam meter, membawa serta lumpur biru dan butiran pasir yang menutupi jalanan.

3. Gelombang Raksasa 100 Meter: Tsunami Terbesar di Nusantara

Hanya beberapa menit setelah gempa, desau angin laut berganti menjadi lolongan maut: tsunami setinggi kurang lebih 100 meter menerjang pesisir Hitu, menenggelamkan desa-desa dan perkebunan rempah. Menurut Rumphius, gelombang itu nyaris menutupi bukit kecil di pinggir pantai—pemandangan yang membuat penduduk merasa seolah-olah kiamat telah tiba.

“Air hitam pekat datang dengan suara gemuruh yang mengerikan. Saat tiba di pantai, ia melahap rumah, pohon, dan bahkan karang yang selama ini menancap kukuh.”

4. Aneka Luka dan Kehilangan

Korban berjatuhan di mana-mana: ribuan orang terhanyut bersama kerangka rumah, perkebunan, hingga harta benda. Menurut catatan modern, lebih dari 2.300 jiwa melayang, termasuk istri dan putri Rumphius sendiri. Luka fisik tampak di mana-mana—luka patah tulang, sayatan tajam akibat serpihan kayu, dan luka bakar ringan dari ledakan lumpur panas.

5. Misteri Penyebab Tsunami Ekstrem

Para ilmuwan belakangan menyebut penyebab utama gelombang super ini bukan semata-mata gempa tektonik, melainkan longsoran dasar laut yang dipicu oleh getaran dahsyat. Tumbukan lempeng dan struktur patahan lokal diperkirakan memicu pergeseran tanah bawah laut, memuntahkan air laut dengan kekuatan luar biasa.

6. Jejak Sejarah dan Pengaruhnya Terhadap Ilmu

Catatan Rumphius menjadi sumber berharga bagi studi geologi dan sejarah alam. Tulisan yang sempat terkunci di kantor VOC Ambon ini baru dipublikasikan belakangan oleh pendeta François Valentijn. Berkat dokumen itu, dunia mengenal salah satu kejadian tsunami terdahsyat yang pernah tercatat di bumi.

7. Pembelajaran dan Peringatan Masa Kini

Era modern telah melengkapi kita dengan sistem peringatan dini dan teknologi pemantau gempa laut, namun ingatan catatan 1674 mengingatkan bahwa alam tak pernah bisa diremehkan. Masyarakat pesisir Maluku diimbau tetap waspada: mitigasi bencana dan pemahaman sejarah bisa menyelamatkan nyawa generasi berikutnya.

Penutup

Download dengan Timer

Kisah Ambon 1674 bukan sekadar legenda, melainkan peringatan abadi tentang kedahsyatan alam. Dari dering lonceng Victoria hingga gelombang hitam pekat setinggi bukit, setiap deskripsi merupakan panggilan agar kita tak pernah lengah. Bencana mungkin tak bisa dicegah, tetapi kita dapat belajar, bersiap, dan menjaga sesama demi mengurangi kerugian saat alam bernyanyi dalam nada paling dahsyatnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama