Surabaya, April 2025 — Dunia ketenagakerjaan kembali diguncang isu pelik yang menyangkut hak dasar pekerja. Kali ini, sorotan publik tertuju pada perusahaan di Surabaya yang dituding menahan ijazah puluhan mantan pegawainya, bahkan setelah hubungan kerja mereka dinyatakan berakhir. Fenomena ini tak hanya menggugah empati, namun juga mendorong aparat penegak hukum untuk turun tangan.
📌 Awal Mula: Ijazah Tak Kunjung Kembali
Kasus ini mulai mencuat ketika sekitar 30 orang mantan pekerja dari sebuah perusahaan produsen komponen industri melangkah ke kantor polisi. Mereka menyampaikan laporan resmi terkait penahanan ijazah asli mereka—dokumen penting yang konon masih berada dalam penguasaan perusahaan, meski masa kerja mereka sudah selesai.
Para pelapor merasa telah dirugikan secara materiil dan moral. Banyak dari mereka mengaku kesulitan mencari pekerjaan baru karena tidak bisa menunjukkan dokumen pendidikan mereka yang sah. Upaya persuasif ke pihak perusahaan tak membuahkan hasil. Akhirnya, jalur hukum ditempuh sebagai langkah terakhir.
🔍 Polisi Mulai Melakukan Penelusuran
Polres Pelabuhan Tanjung Perak, yang menerima laporan ini, langsung memulai proses penyelidikan. Keterangan dari para pelapor, dokumen, hingga saksi-saksi sedang dikumpulkan untuk memastikan apakah tindakan penahanan ijazah tersebut masuk dalam kategori penggelapan.
Juru bicara kepolisian menyampaikan bahwa penyidik akan mendalami setiap aspek hukum yang berkaitan dengan penguasaan dokumen pribadi oleh perusahaan. Apabila ditemukan bukti kuat adanya niat untuk menguasai secara melawan hukum, kasus ini bisa naik ke tahap penyidikan dan berlanjut ke proses pidana.
🏛️ Pemerintah Kota Angkat Bicara
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, turut angkat bicara. Ia menyatakan bahwa tidak boleh ada institusi atau individu yang menyandera masa depan seseorang dengan cara menahan dokumen pribadi seperti ijazah.
“Kalau perusahaan sampai tidak mengembalikan ijazah, itu bukan hanya pelanggaran administrasi—itu bisa masuk ke ranah pidana. Saya akan kawal proses ini hingga selesai,” ujar Eri saat dimintai keterangan oleh awak media.
🧠 Perspektif Hukum dan Etika
Beberapa pakar hukum yang dimintai pendapat menilai bahwa penahanan dokumen penting semacam ini melanggar hukum dan etika kerja. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, tidak ada klausul yang membenarkan penahanan ijazah sebagai jaminan kerja, apalagi jika karyawan sudah keluar.
“Dokumen seperti ijazah adalah hak milik pribadi. Menahan itu tanpa dasar yang sah dapat dikategorikan sebagai penggelapan, yang jelas diatur dalam KUHP,” ujar seorang akademisi dari Fakultas Hukum di Surabaya.
📣 Respon Publik: Dari Simpati hingga Kecaman
Kasus ini sontak menjadi pembicaraan hangat di media sosial. Banyak warganet menyampaikan simpati terhadap para mantan karyawan yang terdampak. Tak sedikit pula yang mengecam praktik lama penahanan ijazah oleh perusahaan yang dinilai sebagai bentuk pengekangan hak individu.
Beberapa organisasi pekerja pun mulai menyuarakan tuntutan agar pemerintah membuat regulasi lebih tegas tentang larangan menahan dokumen pribadi, termasuk memperjelas sanksi bagi pelanggar.
🔮 Langkah Selanjutnya: Menanti Keadilan
Kini bola panas berada di tangan penyidik dan aparat hukum. Masyarakat menunggu apakah kasus ini akan berlanjut ke pengadilan dan memberi efek jera. Para mantan karyawan berharap keadilan ditegakkan dan dokumen mereka segera dikembalikan.
Di sisi lain, kasus ini menjadi refleksi bahwa masih banyak PR dalam tata kelola ketenagakerjaan di Indonesia, terutama terkait perlindungan terhadap hak-hak dasar karyawan.
✍️ Penutup
Kasus dugaan penahanan ijazah ini bukan sekadar soal administrasi. Ini adalah soal bagaimana perusahaan memperlakukan manusia, bukan hanya sebagai tenaga kerja, tetapi juga sebagai individu yang memiliki hak, martabat, dan masa depan. Harapannya, insiden ini menjadi momentum untuk mendorong lahirnya kebijakan ketenagakerjaan yang lebih adil, transparan, dan manusiawi.