Ribuan Mahasiswa Geruduk DPR, Tolak Revisi UU TNI dan Polri


 

Jakarta – Ribuan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan Gedung DPR RI, Jakarta, pada Selasa siang. Mereka dengan tegas menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) dan Rancangan Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia (RUU Polri), yang dinilai dapat mengancam supremasi sipil serta menghambat demokrasi di Indonesia.

Sejak pagi, massa mulai berdatangan dari berbagai universitas di seluruh Indonesia. Mereka berkumpul di titik awal, yakni kawasan Monas, sebelum bergerak bersama menuju Gedung DPR RI. Dengan membawa berbagai spanduk dan poster bertuliskan tuntutan mereka, mahasiswa berorasi menyuarakan aspirasi terkait penolakan terhadap kebijakan tersebut.

Tuntutan Mahasiswa

Dalam pernyataan resminya, Koordinator Pusat BEM SI, Satria Naufal, menjelaskan bahwa aksi ini dilakukan sebagai bentuk perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat. Menurutnya, revisi UU TNI dan Polri berpotensi memperbesar wewenang aparat keamanan secara berlebihan dan mengancam hak-hak sipil.

“Kami menolak segala bentuk kebijakan yang berpotensi mengembalikan dwifungsi TNI serta memberikan kewenangan yang berlebihan kepada Polri. Demokrasi harus dijaga, jangan sampai kekuatan militer dan kepolisian justru mengancam kebebasan sipil,” ujar Satria dalam orasinya.

Selain itu, mahasiswa juga mengkritik minimnya keterlibatan publik dalam proses penyusunan undang-undang ini. Mereka menilai bahwa kebijakan yang menyangkut hajat hidup rakyat seharusnya dibahas secara transparan dan melibatkan berbagai elemen masyarakat, bukan hanya diputuskan oleh elite politik di Senayan.

Aksi Simbolik dan Ketegangan dengan Aparat

Demonstrasi ini juga diwarnai dengan berbagai aksi simbolik. Sejumlah mahasiswa membawa keranda hitam yang melambangkan ‘matinya’ demokrasi jika revisi UU tersebut disahkan. Selain itu, beberapa mahasiswa mengenakan kostum pocong sebagai bentuk kritik bahwa reformasi yang telah diperjuangkan sejak 1998 sedang berada dalam kondisi sekarat.

Meskipun berlangsung dengan damai, sempat terjadi ketegangan antara mahasiswa dan aparat kepolisian. Barisan demonstran yang hendak mendekati pagar Gedung DPR dihadang oleh petugas keamanan yang berjaga. Namun, mahasiswa tetap bertahan dan melanjutkan orasi mereka dengan damai.

“Ini rumah rakyat! Kami berhak menyuarakan pendapat kami di sini. Jangan ada lagi upaya membungkam suara mahasiswa,” seru salah satu orator di atas mobil komando.

Silahkan tunggu dalam 30 detik.

Download Timer
Dukungan dari Masyarakat Sipil

Aksi ini mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat sipil, termasuk organisasi hak asasi manusia dan kelompok akademisi yang juga menolak revisi UU TNI dan Polri. Mereka menilai bahwa kebijakan ini dapat membuka celah bagi tindakan represif dari aparat terhadap masyarakat.

Tak hanya itu, beberapa tokoh nasional turut angkat bicara mengenai polemik ini. Salah satu akademisi dari Universitas Indonesia, Dr. Rini Kusuma, menyatakan bahwa revisi ini berpotensi mencederai prinsip supremasi sipil yang selama ini menjadi pilar demokrasi Indonesia.

“Kita harus ingat bahwa dalam sistem demokrasi, militer dan kepolisian harus berada di bawah kendali sipil. Jika revisi ini disahkan tanpa pengawasan yang ketat, maka kita sedang bergerak mundur ke era yang tidak kita inginkan,” jelas Dr. Rini dalam diskusi publik yang diadakan sehari sebelum aksi berlangsung.

Kesimpulan dan Seruan Lanjutan

Di penghujung aksi, mahasiswa menyampaikan ultimatum kepada pemerintah dan DPR RI. Mereka menegaskan bahwa jika tuntutan mereka tidak diindahkan, gelombang demonstrasi akan terus berlanjut dengan eskalasi yang lebih besar.

“Kami tidak akan diam! Jika revisi UU TNI dan Polri tetap disahkan, maka kami pastikan seluruh mahasiswa di Indonesia akan turun ke jalan,” tegas Satria.

Aksi demonstrasi ini berakhir pada sore hari dengan tertib, namun pesan yang disampaikan oleh para mahasiswa jelas: mereka menolak segala bentuk kebijakan yang berpotensi mengancam kebebasan sipil dan demokrasi. Kini, bola panas ada di tangan pemerintah dan DPR, akankah mereka mendengarkan suara mahasiswa atau tetap melanjutkan rencana revisi yang kontroversial ini?

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama