Pada Sabtu, 26 April 2025, Vatikan menjadi saksi detik-detik haru saat Jenazah Paus Fransiskus disemayamkan dan kemudian dikuburkan. Lebih dari lima puluh kepala negara, pemimpin pemerintahan, hingga raja dan ratu hadir untuk memberi penghormatan terakhir kepada sosok pemimpin spiritual yang karismatik ini. Namun, satu nama mencuri perhatian karena absennya: Rusia. Pertanyaan pun melayang di benak banyak pihak — mengapa Negeri Beruang Merah tidak mengirimkan figur terasanya untuk turut serta dalam momen bersejarah ini?
1. Delegasi Alternatif: Kehadiran Menteri Kebudayaan
Alih-alih menyaksikan langsung jalannya upacara, Kremlin memilih mengutus Menteri Kebudayaan, Olga Lyubimova, sebagai perwakilan resmi negara. Keputusan ini diambil jauh-jauh hari, dan diumumkan melalui saluran resmi Kremlin.
"Presiden Putin tidak memiliki rencana untuk hadir dalam pemakaman tersebut," tegas Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, saat dikonfirmasi oleh media internasional beberapa hari sebelum upacara berlangsung.
Penunjukan Lyubimova sebagai delegasi menandai kompromi diplomatik; Rusia tetap memberikan penghormatan, namun menghindari kehadiran Presiden Putin di wilayah Italia.
2. Netralitas Vatikan dalam Pusaran Geopolitik
Sejak awal konflik antara Rusia dan Ukraina merebak pada Februari 2022, Vatikan menegaskan posisinya sebagai mediator yang tidak berpihak. Paus Fransiskus berkali-kali menyerukan dialog dan perdamaian, namun tidak secara eksplisit menuduh satu pihak tertentu sebagai agresor. Sikap netral inilah yang menjadi alasan utama mengapa konklaf diplomatik di Roma tidak mengarah pada pencantuman stempel politik terhadap salah satu negara.
Dalam tradisi Gereja Katolik, menjaga jarak dari konfrontasi politik membuat Vatikan berusaha tidak menyinggung pihak mana pun, termasuk Rusia, yang hingga kini masih terlibat konflik bersenjata besar-besaran di Eropa.
3. Ancaman Penangkapan Internasional: Surat Perintah ICC
Pada Maret 2023, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag mengeluarkan surat perintah penangkapan atas Presiden Vladimir Putin terkait tuduhan kejahatan perang di wilayah Ukraina. Sebagian besar negara Eropa, termasuk Italia, adalah anggota konvensi ICC dan memiliki kewajiban hukum untuk menahan individu yang menjadi buronan Mahkamah.
Kota Vatikan yang secara geografis terletak di dalam wilayah Roma pun berada di bawah yuridiksi Statuta Roma. Oleh karena itu, kehadiran Putin di sana akan berisiko besar terhadap penangkapan oleh pihak berwenang, sesuatu yang tentu tak bisa diabaikan oleh Kremlin.
4. Pembatasan Kunjungan Luar Negeri di Tengah Perang
Sejak konflik memanas, perjalanan luar negeri Vladimir Putin sangat dibatasi baik oleh sanksi internasional maupun kehati-hatian pribadi. Aktivitas militer yang masih berlangsung di Ukraina membuat setiap langkah diplomatik Rusia dipantau ketat oleh komunitas global.
Selain itu, serangkaian serangan udara yang dilancarkan Rusia dua hari sebelum pemakaman menambah ketegangan. Kondisi ini tentu memperkecil peluang kunjungan kenegaraan ke benua lain.
5. Reaksi Publik dan Diplomatik
Keputusan Rusia untuk tidak menampilkan figur tertinggi negaranya menimbulkan beragam tanggapan. Sejumlah diplomat menilai bahwa langkah ini lebih mengedepankan keamanan kans lawal (jika Putin tiba-tiba dibekuk oleh ICC) daripada menjalin citra positif. Sementara itu, warga biasa di lini Kremlin mengungkapkan rasa hormatnya kepada Paus Fransiskus melalui media sosial, meski tak dapat hadir secara langsung.
6. Jejak Hubungan Rusia dan Vatikan
Hubungan antara Gereja Ortodoks Rusia dan Gereja Katolik Roma sempat memanas pasca-perang dingin, namun bergulirnya inisiatif perdamaian oleh Paus Fransiskus beberapa kali membuka peluang dialog. Putin, dalam ungkapan belasungkawa resminya, menyebut mendiang Paus sebagai "pembela nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan". Kutipan ini menegaskan bahwa meski secara fisik absen, rasa hormat Rusia terhadap pemimpin spiritual tak pudar.
Kesimpulan
Absennya Rusia dalam pemakaman Paus Fransiskus bukan sekadar persoalan protokol, melainkan cerminan kompleksitas diplomasi di era konflik modern. Netralitas Vatikan, risiko hukum internasional, hin
Di balik momen keagamaan universal itu, dunia menyaksikan bagaimana politik dan spiritualitas dapat saling bertaut, meninggalkan catatan penting bagi hubungan lintas negara dan keyakinan di masa depan.