Di tengah upaya panjang yang belum membuahkan hasil nyata, Amerika Serikat secara terbuka mulai menunjukkan ketidaksabarannya terhadap proses perundingan damai antara Rusia dan Ukraina. Dalam sebuah pernyataan yang cukup mengejutkan dari Paris baru-baru ini, Washington mengindikasikan bahwa mereka bisa saja menghentikan keterlibatan mereka dalam upaya diplomatik ini jika tidak ada kemajuan berarti yang tercapai dalam waktu dekat.
Pernyataan ini dilontarkan oleh Menteri Luar Negeri AS dalam sebuah forum terbatas bersama para diplomat Eropa dan pejabat Ukraina. Suasana pertemuan tersebut sebenarnya cukup hangat, tetapi nada bicara yang muncul dari pihak AS menunjukkan perubahan sikap yang cukup drastis dibanding sebelumnya.
Menurut keterangan yang beredar, Washington mulai merasa bahwa proses ini berjalan di tempat. Sudah terlalu lama perundingan damai digelar tanpa arah yang jelas, sementara konflik bersenjata di Ukraina terus memakan korban dan menyedot perhatian internasional. Dalam kata-kata yang tegas namun diplomatis, Menlu AS menyebut bahwa negaranya harus realistis. Bila perdamaian tidak kunjung menunjukkan kemungkinan nyata, maka AS bisa saja mengambil langkah mundur dan memfokuskan perhatian pada prioritas global lainnya.
"Kami sampai di titik kritis. Kami harus bertanya, apakah perdamaian ini masih memungkinkan?" ujar pejabat tersebut. "Kalau jawabannya tidak, kami tidak bisa terus membuang waktu dan sumber daya. Ini bukan konflik kami secara langsung, dan ada banyak isu global lain yang juga mendesak untuk kami tangani."
Pernyataan itu langsung memicu spekulasi di kalangan pengamat geopolitik dan membuat sekutu-sekutu AS, terutama di Eropa, mulai merasa khawatir. Apalagi, Eropa dan Ukraina sendiri merasa kurang dilibatkan dalam beberapa perundingan tertutup yang terjadi belakangan ini. Termasuk, pertemuan antara Rusia dan Amerika Serikat yang digelar di Arab Saudi beberapa waktu lalu. Dalam pertemuan itu, bahkan Ukraina tidak diundang—hal yang memicu reaksi keras dari Presiden Volodymyr Zelensky.
Zelensky menekankan bahwa tidak akan ada solusi damai yang sahih jika Ukraina sebagai pihak yang paling terdampak tidak ikut duduk dalam perundingan. Ia juga mengingatkan pentingnya peran negara-negara Eropa dalam menjaga keseimbangan negosiasi agar tidak hanya dikuasai oleh dua kekuatan besar.
Sementara itu, dari pihak Rusia, tanggapannya justru lebih positif. Menteri Luar Negeri Rusia menyebut bahwa komunikasi langsung dengan AS menjadi langkah strategis yang patut diapresiasi. Ia bahkan menyebut bahwa AS mulai bisa memahami posisi Rusia dalam konflik ini, terutama terkait klaim wilayah dan tuntutan keamanan nasional mereka.
“Setidaknya kini kami bisa saling mendengar, tidak sekadar saling menyalahkan,” ujar Menteri Luar Negeri Rusia dalam konferensi pers setelah pertemuan. Ia juga mengisyaratkan bahwa proses ini bisa membuka jalan menuju kerja sama lebih lanjut antara Moskow dan Washington, meskipun hubungan kedua negara masih dalam ketegangan pasca-invasi Ukraina.
Namun, situasi ini menimbulkan pertanyaan besar: ke mana arah perundingan ini sebenarnya? Jika AS benar-benar menarik diri, maka proses damai bisa jadi akan kehilangan salah satu motor penggeraknya. Bukan hanya karena kekuatan diplomatik Washington, tetapi juga karena peran finansial dan militernya selama ini dalam mendukung Ukraina.
Di sisi lain, mundurnya AS juga bisa membuka peluang baru bagi aktor lain, seperti Turki, Tiongkok, atau bahkan Uni Eropa untuk mengambil alih posisi mediator utama. Tapi tanpa keterlibatan penuh dari seluruh pihak, perdamaian sepertinya masih akan tetap menjadi cita-cita yang sulit digapai.
Masyarakat internasional kini menunggu langkah konkret selanjutnya. Apakah Washington benar-benar akan mundur? Atau ini hanya taktik diplomasi untuk mendorong kemajuan lebih cepat dari Rusia dan Ukraina?
Yang jelas, retorika dari AS ini telah menandai babak baru dalam konflik yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. Dan bila perdamaian gagal diwujudkan, maka dunia harus bersiap menghadapi kelanjutan perang yang semakin tak pasti ujungnya.