Dalam Kesunyian Roma, Hadirlah Kesederhanaan Abadi Paus Fransiskus di Santa Maria Maggiore

 


Tak seperti para pendahulunya yang beristirahat di bawah kubah megah Basilika Santo Petrus, Paus Fransiskus memilih sebuah tempat yang jauh lebih sunyi dan pribadi untuk peristirahatan terakhirnya: Basilika Santa Maria Maggiore di Roma. Bukan karena keterbatasan, tapi karena pilihan yang mencerminkan ketulusan dan gaya hidup bersahajanya hingga akhir hayat.

Basilika Santa Maria Maggiore bukan tempat asing bagi mendiang Paus. Sejak awal masa kepausannya tahun 2013, beliau kerap datang ke gereja ini sebelum dan sesudah setiap perjalanan apostoliknya. Di hadapan ikon Maria Salus Populi Romani, ia meluapkan doa-doanya untuk dunia. Di sanalah relung batinnya tertambat, dan mungkin karena itulah ia memilih tempat itu sebagai rumah keabadiannya.

Paus Fransiskus wafat pada 21 April 2025, meninggalkan dunia dalam usia 88 tahun. Dikenal sebagai pemimpin Gereja Katolik yang paling membumi dalam sejarah modern, warisan spiritualnya bukan hanya tercermin dalam kata-kata, tapi juga dalam tindakan nyata. Hal ini tampak jelas dalam cara ia dirayakan dan dimakamkan: tanpa gemerlap, tanpa kemegahan, tapi penuh makna.

Makamnya pun tak seperti yang biasa kita bayangkan dari seorang pemimpin tertinggi Gereja Katolik. Sebuah nisan dari marmer putih sederhana menandai tempat peristirahatannya, hanya tertulis "Franciscus" – tanpa gelar panjang, tanpa ukiran rumit. Salib besi yang dulu kerap menghiasi dadanya kini tergantung di atas makam itu, ditemani setangkai bunga mawar putih sebagai simbol keheningan dan penghormatan.

Pemakaman yang berlangsung pada 26 April 2025 itu tetap menyedot perhatian dunia. Ribuan peziarah memadati Lapangan Santo Petrus di Vatikan untuk memberikan penghormatan terakhir. Sejumlah pemimpin dunia turut hadir, mencerminkan betapa luasnya pengaruh dan respek yang dimiliki Paus Fransiskus, tidak hanya dari umat Katolik, tapi dari berbagai kalangan dan keyakinan.

Namun yang paling mencolok adalah pesan yang tertinggal dari semua ini. Bahwa kesederhanaan bukan hanya pilihan gaya hidup, tetapi juga pesan mendalam tentang nilai-nilai yang dipegang teguh hingga akhir. Dalam kehidupan dan kematiannya, Paus Fransiskus mengajarkan bahwa kekuatan spiritual sejati tidak terletak pada kemewahan atau status, tetapi pada kedekatan dengan sesama, dengan Tuhan, dan dengan bumi yang kita huni bersama.

Dalam wawancara sebelum wafatnya, Paus pernah menyebut bahwa makamnya sudah disiapkan di Santa Maria Maggiore. Sebuah pernyataan yang sederhana, tapi sarat makna. Ia tidak ingin dimakamkan di Vatikan seperti para pendahulunya, melainkan di tempat yang selalu ia kunjungi diam-diam, tempat di mana ia berlutut dalam doa tanpa publikasi.

Next dengan Timer

Hari setelah pemakamannya, tercatat lebih dari 30 ribu orang datang berziarah ke makam Paus Fransiskus. Mereka datang bukan hanya untuk mendoakan, tapi juga untuk meresapi semangat hidup yang telah ia tinggalkan: kerendahan hati, kasih yang tanpa syarat, dan perjuangan tanpa henti untuk keadilan dan perdamaian.

Kini, di tengah keheningan Basilika Santa Maria Maggiore, hadir sebuah pelajaran yang tak bersuara namun menggema ke seluruh dunia. Bahwa seorang pemimpin besar tak harus dimakamkan dalam kemegahan. Cukup dengan hati yang tulus dan jejak yang mendalam. Dan itulah yang ditinggalkan oleh Paus Fransiskus — kesederhanaan yang abadi.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama